ASSALAMU'ALIKUM

dalam satu kesulitan ada dua kemudahan
jangan menyerah.....
allah selalu bersama kita....

Mengenai Saya

Foto saya
Indonesia
hamba Allah

Kamis, 17 November 2011

Hadist pada masa rasulullah

Sejarah Hadist Pada Masa Nabi Muhammad saw

Masa Nabi Muhammad saw merupakan periode pertama sejarah dan perkembangan hadis. Masa ini cukup singkat, hanya 23 tahun lamanya dimulai sejak tahun 13 sebelum Hijriah atau bertepatan  tahun 610 Masehi sampai dengan tahun 11 Hijriah atau juga bertepatan dengan 632 Masehi.
Saat itu hadis diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi saw. Para sahabat ada masa itu belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan hadis-hadis Nabi, mengingat Nabi saw masih mudah untuk dihubungi dan dimintai keterangan-keterangan tentang segala hal yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah keseharian umat Islam.
Penyusunan kitab Hadis atau penulisan Hadis di dalam sebuah kitab belum terjadi pada masa Rasul saw dan demikian juga belum ada pada masa Sahabat. Pada masa Rasul saw memang ada riwayat yang berasal dari Rasul saw yang membolehkan untuk menuliskan Hadis, namun penulisan Hadis pada masa Rasul masih dilakukan oleh orang perorang yang sifatnya pribadi dan tertentu pada orang-orang yang membutuhkan menuliskannya atau diizinkan oleh Rasul untuk menulis­kannya.
Penulisan Hadis pada masa Rasul saw dan demikian juga pada masa Sahabat belumlah bersifat resmi. Para Sahabat di masa pemerintahan Khulafa ar-Rasyidin, pada umumnya, menahan diri dari melakukan penulisan Hadis. Hal tersebut di antaranya karena adanya larangan Rasul saw dari menuliskan Hadis-hadis beliau. Namun demikian, di samping adanya larangan, disisi lain Rasul saw juga memberi peluang kepada para Sahabat untuk menuliskan Hadis-hadis beliau. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kontroversi dalam hal penulisan Hadis antara adanya larangan dan kebolehan dalam menuliskan Hadis.

A. Perhatian Rasul Terhadap Ilmu

Rasulullah saw adalah orang yang sangat memperhatikan ilmu. Beliau mengingatkan dengan tegas akan pentingnya menuntut ilmu, dan oleh karena itu menuntut ilmu wajib bagi umat Islam, seperti hadis Rasulullah saw berikut ini:


طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (أخرجه ابن ماجه)

Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap orang Islam. (Hadis diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Bukan hanya mencari ilmu yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, akan tetapi ilmu yang sudah kita terima, juga harus kita sampaikan kepada orang lain. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw berikut ini:


أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ. (أخرجه ابن ماجه)

Ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. (Hadis diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Dari hadis di atas jelas diterangkan bahwa orang yang menghadiri majlis ilmu senantiasa menyebarkan ilmu yang ia terima kepada orang lain yang tidak dapat menghadirinya, dalam kata lain adalah orang-orang yang belum mengetahui ilmu yang ia terima. Dalam hadis lain Rasulullah saw juga menjelaskan akan posisi atau status para Ulama (oran-orang yang berilmu), seperti hadis berikut ini :

العُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِياَء

Orang-orang yang berilmu (Ulama) adalah pewaris para Nabi.

B. Metode Penyampaian Hadis pada Masa Nabi saw

Metode yang digunakan pada masa Nabi saw untuk menyampaikan seuatu hadis atau ajaran Islam adalah sebagai berikut:
  1. Pengajaran bertahab. Di anatara pusat-pusat pengajaran saat itu adalah Rumah Argam bin Abdi Manaf di Makkah sebagai pusat dakwah Islam saat masih dilakukan secara sembunyi. Rumah tersebut dikenal dengan sebutan Dar al-Islam. Kemudian di Masjid dan diberbagai kesempatan, seperti saat perjalanan, majlis ilmu dan lain-lain.
  2. Memberikan Variasi. Terkadang Rasulullah saw memperpanjang senggang waktu antara mauidah yang satu dengan mauidhah lainnya agar para sahabat tidak merasa bosan.
  3. Memberikan contoh praktis.
  4. Memperhatikan situasi dan kondisi (sesuai kadar intelektual mereka)
  5. Memudahkan dan tidak memberatkan.

C. Cara Sahabat Menerima Hadis Pada Masa Rasulullah saw
  

Banyak terdapat berbagai macam hadis yang terhimpun di dalam kitab-kitab hadis. Yang kita lihat sekarang ini adalah berkat kegigihan dan kesungguhan para sahabat dalam menerima dan memelihara hadis pada masa dahulu.
Cara para sahabat menerima hadis pada masa Rasulullah saw berbeda dengan cara yang dilakukan oleh generasi setelah itu. Cara para sahabat menerima hadis dimasa Nabi Muhammad saw yaitu dilakukan oleh sahabat yang dekat dengan beliau, seperti Khula fa ar Rasyidin, dimasa Nabi para sahabat mempunyai minat yang besar untuk memperoleh hadis dari pada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu mereka berusaha keras mengikuti Nabi Muhammad saw agar perkataan, perbuatan atau taqrir beliau dapat mereka terima atau mereka lihat secara langsung.
Jika diantara para sahabat ada yang berhalangan maka dicari sahabat yang lain untuk dapat mendengar dan melihat apa yang disampaikan. Nabi Muhammad saw pokoknya setiap Nabi menyampaikan sesuatu hukum atau melakukan ibadah apapun jangan sampai tidak ada sahabat yang melihatnya. Sebagai contoh para sahabat sangat berminat untuk memperoleh hadis Nabi Muhammad saw. Dapat kita lihat sebuah tindakan yang dilakukan oleh Umar Ibnu al-Khattab. Untuk dan mendapat hadis dari Nabi Muhammad saw dengan tetangganya apabila hari ini tetangganya yang mencari hadis pada Nabi maka esok harinya giliran Umar yang bertindak. Dalam rangka mencari hadis pada Nabi Muhammad saw.
Siapa diantara sahabat yang bertugas menemui dan mengikuti Nabi serta mendapatkan hadis dari beliau, maka ia segera menyampaikan untuk sahabat-sahabat yang lain. Dalam hal ini ada empat cara yang ditempuh oleh para sahabat untuk mendapatkan hadis dari Nabi Muhammad saw.
1.    Para sahabat selalu mendatangi pengajian-pengajian yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Rasulullah selalu menyediakan waktu bagi para sahabat untuk menyampaikan berbagai ajaran agama Islam. Para sahabatpun selalu berusaha mengikuti berbagai majelis yang disitu disampaikan berbagai pesan-pesan keagamaan walaupun mereka mengikuti secara bergiliran. Jika ada sahabat yang tidak bisa hadir maka disampaikan oleh sahabat-sahabat yang hadir.
2.    Rasulullah Muhammad saw sendiri yang mengalami berbagai persoalan yang Nabi sendiri yang menyampaikan persoalan tersebut kepada para sahabat, jika sahabat yang hadir jumlahnya banyak maka apa yang disampaikan oleh Nabi dapat tersebar luas.
Dikalangan sahabat-sahabat yang lain jika yang hadir jumlahnya sedikit maka Rasulullah Muhammad saw memerintah kepada sahabat yang hadir untuk segera menyampaikan berita tersebut kepada sahabat-sahabat yang tidak hadir.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Umar Ibnu Khattab bahwa ia menyaksikan seseorang sedang berwudhu untuk melakukan shalat, namun orang tersebut tidak membasahi bagian atas kuku kaki, lantas hal tersebut dilihat oleh Rasulullah saw, dan beliau segera memerintahkan kepada orang tersebut untuk mengalami kembali wudhuknya itu. Dan orang tersebut juga segera mengulangi wuduknya itu dengan sempurna. Ini salah satu contoh beliau jika mengalami satu-satu persoalan segera diperbaiki, walaupun persoalan tersebut dianggap kecil.
3.    Diantara para sahabat mengalami berbagai persoalan kemudian mereka menanyakan langsung kepada Rasulullah saw tentang bagaimana hukumnya terhadap persoalan tersebut. Kemudian Rasulullah Muhammad saw segera memberikan fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut. Kasus yang dialami sahabat apakah kasus yang terjadi pada diri  sahabat itu sendiri maupun terjadi pada sahabat yang lain.
Pokoknya jika diantara para sahabat mengalami satu-satu masalah, para sahabat tidak merasa malu-malu untuk datang secara langsung menanyakan pada Rasulullah saw. Jika ada juga para sahabat yang malu bertanya langsung pada Rasulullah maka sahabat mengutus sahabat yang lain yang berani menanyakan secara langsung tentang peristiwa apa yang dialami sahabat pada waktu itu, sehingga tidak ada persoalan yang tidak jelas  hukumnya.
4.  Kadang-kadang ada juga sahabat yang melihat secara langsung Rasulullah saw melakukan satu-satu perbuatan, hal ini berkaitan dengan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, dan ibadah  haji serta ibadah-ibadah lainnya.
Para sahabat yang menyaksikan hal tersebut segera menyampaikan untuk sahabat yang lain atau generasi sesudahnya, diantaranya yaitu peristiwa yang terjadi antara Rasulullah dengan malaikat Jibril mengenai masalah iman, Islam, ikhsan dan tanda-tanda hari kiamat.

D. Penulisan Hadist Pada Masa Rasulullah saw.
Kegiatan membaca dan menulis sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Jahiliyah, walaupun masih dalam sangat yang terbatas. Pada dasarnya pada masa Rasulullah sudah banyak umat Islam yang membaca dan menulis, bahkan Rasul sendiri memiliki sampai 40 orang penulis wahyu disamping para penulis urusan-urusan lainnya. Oleh karenanya argumen yang menyatakan kurangnya umat Islam yang bisa baca tulis adalah penyebab yang tidak ditulis secara resmi pada masa Rasulullah saw adalah dugaan yang sangat keliru, karena berdasarkan keterangan diatas terlihat banyak sekali umat Islam yang mampu membaca dan menulis, cuma kenapa hadis tidak ditulis pada masa itu secara resmi, ini bukan persoalan tidak adanya yang bisa menulis, akan tetapi ada faktor-faktor lain yang oleh Rasulullah sendiri melarang menulis hadis tersebut. Sehingga kita temukan berbagai hadis yang sebagian membenarkan bahkan menambahkan sebagian yang lain melarang untuk menulisnya.
Untuk lebih jelasnya tentang masalah tersebut maka coba penulis kutip beberapa hadis Nabi Muhammad saw, yang kontrofersial tentang perbedaan tersebut, diantaranya :
1.  Nabi Muhammad saw, melarang penulisan hadis yang dilakukan oleh para sahabat, apakah hasil melihat atau mendengar dari Rasulullah saw. Sebagai bukti terdapat pada hadis dari Abu Sa’id al-Khudri ra. Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian menulis dariku, dan barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur’an maka hendaklah dia menghapusnya. Dan bicarakanlah tentangku tanpa masalah, dan barang siapa yang berbohong atas namaku maka dia sudah mendudukkan kursinya di Neraka.” (HR. Muslim, al-Daruqutni dan Ahmad).
Dari Abu Hurairah berkata, “Nabi saw suatu hari keluar dan mendapati kami sedang menuIiskan Hadis-hadis, maka Rasul saw bertanya, ‘Apakah yang kamu tuliskan ini?’ Kami menjawab, “Hadis-hadis yang kami dengar dari engkau ya Rasulallah. ” Rasul saw berkata, “Apakah itu kitab selain Kitab Allah (Alquran)?, Tahukah kamu, tidaklah sesat umat yang terdahulu kecuali karena mereka menulis kitab–kitab lain bersama Kitab Allah”. (H. R. al,Khatib).
Dari keterangan riwayat diatas dapat kita pahami bahwa Rasulullah saw, melarang para sahabat untuk menulis hadis sebelum beliau, bahkan beliau sempat menyuruh menghapus hadis-hadis yang  sudah sempat ditulis oleh para sahabat.
2. Perintah (kebolehan) menuliskan hadis ternyata selain terdapat hadis-hadis yang menyatakan bahwa Nabi melarang hadis, maka terdapat juga hadis-hadis yang membolehkan bahkan menyuruh para sahabat untuk menuliskan hadis beliau. Diantara hadis-hadis Nabi saw yang memerintahkan sahabat untuk menulis hadis adalah hadis dari Abu Hurairah ra. : Rasulullah saw berkhutbah (pada haji wada’) dan menyebutkan sebuat kisah dalam sebuah hadis. Kemudian ada sahabat Abu Syah berkata: Tolong tuliskan untuk saya (apa yang engkau khutbahkan), Wahai Rasulullah saw. Rasulullah saw pun berkata kepada beberapa orang sahabat: Kalian tuliskan untuk Abu Syah. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari Rafi’i Ibnu Khudaij bahwa dia menceritakan “ Kami bertanya kepada Rasullah “ Ya Rasulullah sesungguhnya kami banyak mendengar hadis dari engkau apakah kami boleh menuliskannya ? Rasulullah menjawab “Tuliskanlah oleh kamu untukku dan tidak ada kesulitan  (HR.Khatib).
Dan ‘Abd Allah ibn ‘Amr, aku berkata: Ya Rasuulalh (bolehkah) aku menuliskan apa yang aku dengar dari engkau? Rasulullah menjawab: “Boleh”. Aku selanjutnya bertanya: “Dalam keadaan marah atau senang?” Rasul saw menjawab: “Ya, sesungguhnya aku tidak mengatakan sesuatu kecuali yang haq (kebenaran). (H. R. Ahmad).
Dari keterangan beberapa hadis diatas dapat pahami bahwa Rasulullah saw membolehkan untuk menulis hadis, bahkan nabi yang menyuruh sahabat untuk menulis hadis-hadis tersebut.

E. Faktor-Faktor Yang Menjamin Kesinambungan Hadist

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terpeliharanya kesinambungan hadis sejak masa Nabi Muhammad saw sebagai berikut :
1.  Quwwat Al-Zakirah, yaitu kuatnya hafalan para sahabat yang menerima dan mendengarkan langsung hadis-hadis dari Nabi saw. Dan ketika mereka menyampaikan atau meriwayatkan hadis-hadis tersebut kepada sahabat-sahabat lain, mereka menyampaikan persis seperti yang didengar pada Rasulullah saw.
2.  Sangat hati-hati para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Hal ini mereka lakukan karena mereka khawatir, akan terajadi percampuran hadis dengan yang bukan hadis. Oleh karena  itu maka ada para sahabat yang sangat sedikit menghafal hadis dan meriwayatkannya. Termasuk Umat Ibnu AL-Khattab. Dan juga para sahabat ketika menyampaikan dan melafalkan hadis-hadis tersebut penuh dengan kehati-hatian, sehingga  tidak terjadi kesalahan dalam pengucapannya.
3.  Para sahabat sangat hati-hati dalam menerima hadis dari seseorang, bahkan tidak sembarangan. Para sahabat menerima hadis dari siapapun, kecuali jika bersama perawi itu ada orang lain yang mendengar dari Nabi saw, atau dari perawi lain diatasnya. Termasuk Abu Bakar salah seorang sahabat yang sangat berhati-hati dalam menyampaikan hadis.
4.  Pemahaman terhadap ayat .
Mustafa Al-Shibay berpendapat bahwa lazim terpelihara dari usaha pengubahan adalah Al-Dzikir, selain Al-Qur’an juga meliputi sunnah atau hadis, dan apabila pendapat ini diterima, maka ini merupakan faktor-faktor penjamin yang cukup penting, karena sifatnya langsung dari Allah swt. maka itulah sebabnya, maka kesinambungan hadis ini berlangsung dengan baik, secara terus-menerus disebabkan oleh faktor-faktor yang kita sebutkan diatas. Walaupun sekarang banyak juga terjadi perbedaan dalam keseluruhan hadis itu disebabkan berbeda pemahaman.


F. Pelarangan Penulisan Hadist

Polemik dibolehkan tidaknya penulisan hadis timbul karena ada beberapa hadis yang mendukung, baik yang memperbolehkan penulisan hadis maupun yang melarang. Hadis pelarangan seringkali diangkat tanpa didampingi dengan hadis pembolehan, oleh sebab itu banyak orang yang salah paham dengan hanya menkaji satu hadis saja. Polemik ini dapat mudah diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan penulisan hadis-hadis Rasulullah saw.
Untuk menganalisa pelarangan penulisan hadis pada zaman Rasulullah saw, sebaiknya kita menilik kembali penyemabarn hadis-hadis pada masa Rasulullah saw.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya hadis-hadis Rasulullah saw tersebar bersamaan dengan turunnya wahyu Ilahi kepada Rasulullah saw sejak awal masa dakwah Islam dimulai. Sedangkan faktor-faktor yang mendukung tersebarnya sunah ke berbagai penjuru, antara lain:
  • Kegigihan Rasulullah saw dalam menyampaikan dakwah Islam.
  • Kegigihan dan kemauan keras para sahabat dalam menuntut, menghafal dan menyampaikan ilmu.
  • Para Ummul Mu'minin dan Sahabiyat.
  • Para utusan Rasulullah saw dll.
Sementara itu, Rasulullah pada suatu kesempatan menyampaikan sutau ungkapan yang melarang penulisan hadis-hadis beliau, dan pada kesempatan lain Rasulullah saw memperbolehkan para sahabat menulis apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw.
Hadis pelarangan penulisan Hadis sebagai berikut:




عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّى وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ  مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ».
Dari Abu Sa'id al-Khudri ra. Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kalian menulis dariku, dan barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur'an maka hendaklah dia menghapusnya. Dan bicarakanlah tentangku tanpa masalah, dan barang siapa yang berbohong atas namaku maka dia sudah mendudukkan kursinya di Neraka. (HR. Muslim, al-Daruqutni dan Ahmad)
Dan hadis yang membolehkan penulisan hadis adalah sebagai berikut:




عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضي اللهُ عَنْه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَطَبَ فَذُكِرَ الْقِصَّةَ فِي الْحَدِيْثِ. فَقَالَ أَبُوْ شَاه: اُكْتُبُوا لِى يَا رَسُولَ اللهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: « اكْتُبُوا لأَبِى شَاهٍ »
Dari Abu Hurairah ra. :
Rasulullah saw berkhutbah (pda haji wada') dan menyebutkan sebuat kisah dalam sebuah hadis. Kemudian ada sahabat Abu Syah berkata: Tolong tuliskan untuk saya (apa yang engkau khutbahkan), Wahai Rasulullah saw. Rasulullah saw pun berkata kepada beberapa orang sahabat: Kalian tuliskan untuk Abu Syah. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

G. Solusi Penyelesaian
  
Hadits ini terlihat kontradiktif dengan hadits sebelumnya, berikut ini adalah pendapat para ulama untk mengkomromikan kedua hadits ini;
1. Bahwa larangan menulis hadits itu, telah dimansukh oleh hadits yang memerintahkan menulis. Nasikh dan Mansukh. Artinya, hadis pelarangan dihapus hukumnya dengan hadis pembolehan, apalagi hadis pembolehan diperkatakan pada tahun 8 H, ketika Haji Wada'. Namun jika ini dijadikan alasan, Abu Sa'id al-Khudri dikatakan masih tetap enggan menulis sampai akhir hanyatnya. Ada riwayat bahwa Abu Bakar sempat membakar lembaran-lembaran hadis, serta Umar pernah mempunyai gagasan untuk penulisan hadis, namun niatan itu diurungkan setelah melakukan istikharah.
2. Bahwa larangan itu bersifat umum, sedang untuk beberapa sahabat khusus diizinkan
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan mencampur adukannya denga al-Qur’an, sedangkan keizinan menulis ditujukan kepada mereka yang dijamin tidak akan mencampuradukannya.
4. Bahwa larangan itu dalam bentuk kodifikasi secara formal seperti mushaf al-Qur’an, sedang untuk diakai sendiri tidak dilaarang.
5. Bahwa larangan itu berlaku pada saat wahyu-wahyu yang turun belum dihafal dan dicatat oleh para sahabat, setelah dihafal dan dicatat, menulis hadits diizinkan.

Dan menurut para Ulama pendapat yang kedua adalah pendapat yang paling tepat.
Akan tetapi ada sebuah pertanyaan, benarkah Rasulullah saw takut tercampurnya antara al-Qur'an dan Hadis? Jika kala itu hadis dibolehkan penulisannya kepada semua orang.
Kekhawatiran ini dibantah oleh Ibn hajar dengan menyatakan bahwa sangat berbeda antara bahasa al-Qura'an dan Hadis. Orang Arab pada masa itu mempunyai cita rasa sastra yang sangat tinggi sehingga dengan mudah untuk membedakan aman ayat-ayat al-Qur'an dan mana Hadis Rasulullah saw.
Wallahu A'lam.

H. Hikmah
  • Ketika Rasulullah saw melarang penulisan hadis, baginda melarangnya untuk mayoritas sahabat, namun untuk orang tertentu Rasulullah saw teteap membolehkannya.
  • Salah satu sahabat yang mendapatkan izin adalah Abdullah ibn Amr ibn al-Ash (w. 65 H/685 M).
  • Di antara sahabat yang menulis hadis adalah Abdullah ibn Abbas (w. 68 H/687 M), ALi ibn Abi Thalib (w. 40 H/661 M), Sumrah (Samurah) ibn Jundab (w. 60 H), Jabir ibn Abdullah (w. 78 H/697 M) dan Abdullah ibn Abi Auf (w. 86 H)

Sumber: DVD Hadis & Ilmu Hadis, DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Minggu, 06 November 2011

Allah yang menunjuki

by: tiut
Segala Puji bagi Allah… Alhamdulllah jemari ini menari kembali di atas keyboard. Meski terkendala teknis urusan modem, namun kerinduan ini tampaknya menemukan muaranya untuk kembali sharing dengan pembaca sekalian.
Suatu kali sang hati pernah bertanya kepada pikiran, kemana hendak kakimu melangkah bila ada kesempatan ke luar negeri? Tanpa berpikir panjang, ia langsung menjawab: pasti ke Sungai Thames di London, pasti menyenangkan di atas perahu sambil menikmati indahnya kota tua dengan bangunan yang menawan meski tua. Tempat lainnya yang ingin dikunjungi adalah Belanda. Sang pikiran membayangkan indahnya berdiri di tengah warna-warni tulip yang menggemaskan. Tak sampai di situ, sang pikiran pun meneruskan kembaranya ke ujung belahan selatan bumi, New Zealand. Alamnya yang indah, lapang yang hijau, membayangi sang pikiran kiranya bisa ke sana. Wuiiihhh…indahnya!
Sang pikiran pun tertegun sebentar kemudian menatap sang hati yang sendu tersenyum. Pikirnya, ia pun ingin tahu bagaimana dengan sang hati sendiri? Bertanyalah sang pikiran, “Wahai hati, hendak kemanakah kakimu melangkah bila kau memiliki kesempatan ke luar negeri? Aku telah memenuhi pintamu, kini giliranmu,” tanya sang pikiran pelan dan penasaran.
Sang hati pun terpejam sambil meneteskan air matanya, seakan ia merasa tempat yang akan disebutnya terlalu suci bagi hatinya yang keruh, seakan ia merasa bahwa tempat yang akan diucapkannya terlalu mulia bagi hatinya yang hina. Akhirnya sang hati pun mengucap lirih, “Jika kesempatan itu Allah berikan, aku hanya ingin berkunjung ke tempat mulia, yang di atas tanahnya terdapat jasad suci Nabi, SAW dan di tempat mulia di mana ada bangunan hitam yang merupakan pusat orbit dunia di bumi. Ya, Madinah dan Makkah. Jika pun bisa, insyaAllah, tanah waqaf dunia Islam, Al Aqsa adalah tempat ketiga itu.”
“Mengapa tempat itu?” tanya sang pikiran.
“Tempat itulah satu-satunya tempat yang Allah ridhai kunjungannya, Allah jamu langsung di rumahnya, memang bumi ini seluruhnya milikNya. Namun hanya tempat inilah yang mulia dan bergelimang pahala, apalagi, tiadalah balasan bagi orang yang berkunjung ke sana selain JannahNya. Tempat lain memang indah, namun di sanalah rumah Tuhanku, Allah. Aku rindu padaNya.”
Hmm, sang pikiran pun tertegun kembali memikirkan ucapannya dan ucapan sang hati. Begitukah? Ia bertanya lagi “Sebesar apakah keinginanmu?” Sang hati pun menjawab, “Sebesar nikmat Allah atas Islam dan Iman di dalam diriku. Bukankah nikmat Allah itu tak terhitung?” Sang pikiran pun tersenyum mengangguk. Tak lama sang pikiran pun bertanya, “Bisakah kita bersama memiliki keinginan itu? Bukankah hati dan pikiran harus bersama?” Sang hati pun menjawab, “Tentu! Karena itu kita butuh tubuh ini untuk mengamalkannya, baik aku, kau, dan tubuh ini!” Pikiran pun semangat! Yap! “Aku akan beritahukan tubuh ini segera, karena aku pun mulai berpikir, dan ku yakin kau pun setuju dengan pikiranku!” seru sang pikiran. “Apa itu?” tanya hati. Sang pikiran pun mendeklarasikan tekadnya, “Wahai hati, niatmu akan terwujud dengan keyakinan, dengan tekad. Maka aku bercita-cita demi keinginan sucimu yang tak terbantahkan. Aku, kau, dan tubuh ini bercita-cita tidak akan menginjakkan telapak kaki ini ke tanah lain, kecuali setelah menjejakkan kaki ini ke tanah suci…,” sang pikiran terhenti seketika tubuh mendengarnya.
“Ya, takkan ku tempelkan dahi ini ke bumi manapun sebelum aku menempelkan kening ini pada sujudku di depan ka’bah!”
“Woooo…..www!! Mantap itu! Bagaimana kau bisa seyakin itu, saudaraku?” tanya sang pikiran.
“Dasar pikiran, kau pantas bertanya begitu. Bukankah kita memiliki hati yang yakin? Dan cita-cita ini, bukankah itu tugasmu untuk mengimajinasikannya hingga kuat dan nyata?” tanya sang tubuh.
“Aha! Ya. Aku akan melakukannya dengan yakin,” seru pikiran.
“Alhamdulillah…!” seru sang hati, pikiran, dan tubuh bersama.
Memang tidak ada yang tahu bagaimana Allah yang Maha Mendengar akhirnya memproses obrolan ketiganya. Ketika Allah telah menggerakkan alam raya ini untuk kemudian memberangkatkan ketiganya ke tanahNya yang suci.
Sang hati, sang pikiran, dan tubuh itu pun tak bergeming dari pandangan di jendela pesawat yang membawa mereka. Haa…? Ini padang pasir ya? Ini Madinah ya? Ini benar-benar tanah yang di dalamnya ada jasad suci Nabi, SAW ya? Sejuta tanya merangkul mereka hingga hembusan panas angin padang pasir menerpa pipi sang tubuh, panas. Namun, semuanya sirna menyadari semua keMahaBesaran Allah yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
“Nah, sekarang bukan waktunya membayangkan lagi, namun mari kita syukuri dengan segala hal yang bisa kita lakukan di sini untuk memenuhi kerinduan kita, kan?” seru sang hati. Sang pikiran dan tubuh pun mengamini dan berucap tasbih yang tiada henti. Sang hati tak pernah berhenti terharu menyadari kekerdilan dan kehinaan dirinya. Air matanya jatuh menganak sungai di pipi sang tubuh. Sang tubuh pun bergetar menyadari dirinya yang teramat kotor, sedang sang pikiran semakin merasa hina. Akh, memang semua mesti terasa pada titik terendah dirinya jika sudah di hadapan Rumah ini. Sang pikiran pun penasaran bertanya pada sang hati.
“Wahai hati, saat mata ini melihat Rumah Hitam itu, pertama kali, apakah yang kau rasakan sebenarnya?”
Jawab hati, “Kesenduan… keteduhan… rumah itu begitu indah, mungkin kalau ada kata lebih tinggi lagi dari indah, itulah dia. Kalau kamu?”
“Aku? Aku cuma berpikir kapan aku bisa kembali lagi,” ujar sang pikiran.
“Aamiin…!” respon si tubuh. “Malaikat pasti mengamini!”
Ketiganya pun tertawa bahagia…teringat ikhtiarnya dan doa dan amal ibadahnya yang mereka tabung. Allah itu memang magic! Kadang mereka pun masih tak percaya Allah membawa mereka ke sana! Tak pernah menyangka, ya iyalah, orang cita-cita berarti mereka memang merencanakan.
“Aku masih merasa tak pantas berada di tempat mulia ini, aku hina,” kata sang hati.
“Ya, aku juga. Allahlah yang Maha Memantaskan. Allahlah yang Sempurna,” ucap sang pikiran.
“Kita pasti bisa kembali lagi,” ucap sang hati yakin. “InsyaAllah… insya Allah… Ada jalan,” kata sang tubuh.
“Uhmm…ehm…,” sang hati melirik sang pikiran. Sang pikiran bertanya, “What’s up? Apa ada yang terlewat?”
“Uhmmm, tapi nanti kita berenam ya…! Nambah gitu jadi berenam,” ujar sang hati.
Sang pikiran pun berpikir, “Berenam ya? Maksudnya…? Hai, tubuh, kok kamu senyam senyum begitu? Memangnya kamu tahu apa?” sang pikiran melihat sang tubuh. Namun ia tak menjawab, hanya jempolnya tanda “Siip…” diangkat. Tangan satunya pun dikepal tanda setuju juga.
Sang hati pun, bilang, “Aku sendiri, engkau sendiri, ia pun sendiri, bukankah berdua itu lebih baik?” ia melirik pikiran. Sang hati berbisik, “Semoga ia paham.”
“Aaaaahaa….ya Alhamdulillah kalau begitu! Ya, aku setuju, InsyaAllah, Insya Allah, ada jalan. Yuk, mari kita cita-citakan!” seru sang pikiran gembira.
Mereka pun semakin yakin bahwa Allah tidak pernah menyia-nyiakan amal baik mereka. Berhubung pesan ini selalu terngiang di benak mereka. Allah segalanya, karena itu sang pikiran pun berpesan, “Wahai hati, berdoalah dengan yakin. Aku memang punya banyak keinginan di pikiranku, namun aku rela meletakkan seluruhnya demi engkau yang mendoa. Aku letakkan semua keinginanku agar engkau beroleh ketetapan dan ketentuan hanya dari pintuNya. Dan takkan ku sertakan mereka (keinginan-keinginan nafsu dan duniaku) dalam doamu, meski aku ingin, namun aku tidak mau, aku jauhkan mereka agar engkau bertambah tenang dalam meminta di depan pintuNya.  Aku takkan menyertakannya meski dalam lintasan, karena engkau sedang berharap pada yang Maha Terbaik. Insya Allah, Insya Allah, ada jalan. Pasti!” dukung sang pikiran.
Sang hati pun menangis, “InsyaAllah, InsyaAllah, doakan aku… kelak kita bisa kembali ke Baitullah… ber-enam ya!!”
Melayanglah seluruh hasrat dan semangat ke haribaan PemilikNya, karena sesungguhnya, ruh ini sungguh merindukanNya.
“Well, do you learn something? Then Share it!”
***
Teriring doaku untuk kaum muslimin, semoga mereka pun dapat ke sana, Baitullah. Amin.
Jakarta, 25 Ramadhan 1432 H

http://tiutblog.wordpress.com/2011/08/25/516/

ada hikmah dibalik kesulitan

Tidak dipungkiri lagi, terkadang jika Harapan, tidak sesuai dengan kenyataan, itu menjadi sesal tersendiri..
Kita marah, kecewa sekaligus sedih.. Kenapa harus aku yg mengalami ini, knp disaat seperti ini ujian ini datang.. Kenapa tidak besok atw Lusa..??
Heemmtt, penuh tanda tanya dLam diri ini..
Aku tau, ujian ini akn segera usaii.. menunggu waktu dan merencanakan pLaning Lain. Tapi apakah aku bs kuat menunggu untuk menyelesaikanny?? BISA, tapi aku ragu! Aku ragu pada kekuatan hatiq..
*Jika smua yg diimpikan Terwujud, darimana bLajar KESABARAN?*
ia, aku tau itu benaR. Selalu dTuntut untuk sabar, daLam smua hal. Tp, tidakkah sabar itu ad batasny?!
*Jika setiap do’a yg dipanjatkan terkabul, bagaimana beLajar BERIKHTIAR?*
*Jika kehidupan sLL BAHAGIA, bagaimana dpt mengenal ALLAH SWT lebih DEKAT?*
woowww,, tentang apLg ini.. Masukan? Support atw…??
*berfikir daLam keheningan malam*


teguran ini Rabb, teguran sayangmu.. Kau ingatkan aku dengan sindiran halusmu.. Kau tegur aku, dengan teguran terbaikmu..
Astagfirullah,, ampun!
Maavkan aku Ya Allah.. Apa yg sebenarnya terjadi padaq, kenapa aku dengan enaknya memarahi keadaan ini?
Rabb, sembah sujudq..
Aku percaya Kau, hadirmu selalu berSama hamba2mu.. Menemani setiap perjalanan ini.. Menjadi saksi dari liku hidup..
Aku percaya, jaLan terbaik yang akan Kau pilihkan untuk kami..
Terima Kasiih atas RahmadMU, Rabb’ (:

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/10/19/insya-allah-ada-jalan/

cintai Allah niscaya kamu sayangi Mahkluk-Nya

 

بسم الله الرحمن الرحيم
Penulis: Ummul Hasan

Muroja’ah: Ustadz Subhan Khadafi, Lc.
“Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”

Secara nalar pecinta dunia, bagaimana mungkin kita mengutamakan orang lain dibandingkan diri kita? Secara hawa nafsu manusia, bagaimana mungkin kita memberikan sesuatu yang kita cintai kepada saudara kita?
Pertanyaan tersebut dapat terjawab melalui penjelasan Ibnu Daqiiqil ‘Ied dalam syarah beliau terhadap hadits diatas (selengkapnya, lihat di Syarah Hadits Arba’in An-Nawawiyah).
(“Tidaklah seseorang beriman” maksudnya adalah -pen). Para ulama berkata, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini.”
Maksud dari kata “sesuatu bagi saudaranya” adalah berupa ketaatan, dan sesuatu yang halal. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
“…hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai jika hal itu terjadi bagi dirinya.”
Syaikh Abu Amru Ibnu Shalah berkata, “Hal ini terkadang dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan mustahil, padahal tidaklah demikian, karena makna hadits ini adalah tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga dia mencintai bagi keislaman saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya. Menegakkan urusan ini tidak dapat direalisasikan dengan cara menyukai jika saudaranya mendapatkan apa yang dia dapatkan, sehingga dia tidak turut berdesakan dengan saudaranya dalam merasakan nikmat tersebut dan tidak mengurangi kenikmatan yang diperolehnya. Itu mudah dan dekat dengan hati yang selamat, sedangkan itu sulit terjadi pada hati yang rusak, semoga Allah Ta’ala memaafkan kita dan saudara-saudara kita seluruhnya.”
Abu Zinad berkata, “Sekilas hadits ini menunjukkan tuntutan persamaan (dalam memperlakukan dirinya dan saudaranya), namun pada hakekatnya ada tafdhil (kecenderungan untuk memperlakukan lebih), karena manusia ingin jika dia menjadi orang yang paling utama, maka jika dia menyukai saudaranya seperti dirinya sebagai konsekuensinya adalah dia akan menjadi orang yang kalah dalam hal keutamaannya. Bukankah anda melihat bahwa manusia menyukai agar haknya terpenuhi dan kezhaliman atas dirinya dibalas? Maka letak kesempurnaan imannya adalah ketika dia memiliki tanggungan atau ada hak saudaranya atas dirinya maka dia bersegera untuk mengembalikannya secara adil sekalipun dia merasa berat.”
Diantara ulama berkata tentang hadits ini, bahwa seorang mukmin satu dengan yang lain itu ibarat satu jiwa, maka sudah sepantasnya dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya karena keduanya laksana satu jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)
“Saudara” yang dimaksud dalam hadits tersebut bukan hanya saudara kandung atau akibat adanya kesamaan nasab/ keturunan darah, tetapi “saudara” dalam artian yang lebih luas lagi. Dalam Bahasa Arab, saudara kandung disebut dengan Asy-Asyaqiiq ( الشَّّقِيْقُ). Sering kita jumpa seseorang menyebut temannya yang juga beragama Islam sebagai “Ukhti fillah” (saudara wanita ku di jalan Allah). Berarti, kebaikan yang kita berikan tersebut berlaku bagi seluruh kaum muslimin, karena sesungguhnya kaum muslim itu bersaudara.
Jika ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin kita menerapkan hal ini sekarang? Sekarang kan jaman susah. Mengurus diri sendiri saja sudah susah, bagaimana mungkin mau mengutamakan orang lain?”
Wahai saudariku -semoga Allah senantiasa menetapkan hati kita diatas keimanan-, jadilah seorang mukmin yang kuat! Sesungguhnya mukmin yang kuat lebih dicintai Allah. Seberat apapun kesulitan yang kita hadapi sekarang, ketahuilah bahwa kehidupan kaum muslimin saat awal dakwah Islam oleh Rasulullah jauh lebih sulit lagi. Namun kecintaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya jauh melebihi kesedihan mereka pada kesulitan hidup yang hanya sementara di dunia. Dengarkanlah pujian Allah terhadap mereka dalam Surat Al-Hasyr:
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)
Dalam ayat tersebut Allah memuji kaum Muhajirin yang berhijrah dari Makkah ke Madinah untuk memperoleh kebebasan dalam mewujudkan syahadat mereka an laa ilaha illallah wa anna muhammadan rasulullah. Mereka meninggalkan kampung halaman yang mereka cintai dan harta yang telah mereka kumpulkan dengan jerih payah. Semua demi Allah! Maka, kaum muhajirin (orang yang berhijrah) itu pun mendapatkan pujian dari Allah Rabbul ‘alamin. Demikian pula kaum Anshar yang memang merupakan penduduk Madinah. Saudariku fillah, perhatikanlah dengan seksama bagaimana Allah mengajarkan kepada kita keutamaan orang-orang yang mengutamakan saudara mereka. Betapa mengagumkan sikap itsar (mengutamakan orang lain) mereka. Dalam surat Al-Hasyr tersebur, Allah memuji kaum Anshar sebagai Al-Muflihun (orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat) karena kecintaan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin, dan mereka mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka (kaum Anshar) sebenarnya juga sedang berada dalam kesulitan. Allah Ta’aala memuji orang-orang yang dipelihara Allah Ta’aala dari kekikiran dirinya sebagai orang-orang yang beruntung. Tidaklah yang demikian itu dilakukan oleh kaum Anshar melainkan karena keimanan mereka yang benar-benar tulus, yaitu keimanan kepada Dzat yang telah menciptakan manusia dari tanah liat kemudian menyempurnakan bentuk tubuhnya dan Dia lah Dzat yang memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendaki oleh-Nya serta menghalangi rezeki kepada siapapun yang Dia kehendaki.
Tapi, ingatlah wahai saudariku fillah, jangan sampai kita tergelincir oleh tipu daya syaithon ketika mereka membisikkan ke dada kita “utamakanlah saudaramu dalam segala hal, bahkan bila agama mu yang menjadi taruhannya.” Saudariku fillah, hendaklah seseorang berjuang untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. Misalkan seorang laki-laki datang untuk sholat ke masjid, dia pun langsung mengambil tempat di shaf paling belakang, sedangkan di shaf depan masih ada tempat kosong, lalu dia berdalih “Aku memberikan tempat kosong itu bagi saudaraku yang lain. Cukuplah aku di shaf belakang.” Ketahuilah, itu adalah tipu daya syaithon! Hendaklah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan agama kita. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)
Berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan agama, bukan dalam urusan dunia. Banyak orang yang berdalih dengan ayat ini untuk menyibukkan diri mereka dengan melulu urusan dunia, sehingga untuk belajar tentang makna syahadat saja mereka sudah tidak lagi memiliki waktu sama sekali. Wal iyadzu billah. Semoga Allah menjaga diri kita agar tidak menjadi orang yang seperti itu.
Wujudkanlah Kecintaan Kepada Saudaramu Karena Allah
Mari kita bersama mengurai, apa contoh sederhana yang bisa kita lakukan sehari-hari sebagai bukti mencintai sesuatu bagi saudara kita yang juga kita cintai bagi diri kita…
Mengucapkan Salam dan Menjawab Salam Ketika Bertemu
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Tidak maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai: Sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Pada hakekatnya ucapan salam merupakan do’a dari seseorang bagi orang lain. Di dalam lafadz salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh” terdapat wujud kecintaan seorang muslim pada muslim yang lain. Yaitu keinginannya agar orang yang disapanya dengan salam, bisa memperoleh keselamatan, rahmat, dan barokah. Barokah artinya tetapnya suatu kebaikan dan bertambah banyaknya dia. Tentunya seseorang senang bila ada orang yang mendo’akan keselamatan, rahmat, dan barokah bagi dirinya. Semoga Allah mengabulkan do’a tersebut. Saudariku fillah, bayangkanlah! Betapa banyak kebahagiaan yang kita bagikan kepada saudara kita sesama muslim bila setiap bertemu dengan muslimah lain -baik yang kita kenal maupun tidak kita kenal- kita senantiasa menyapa mereka dengan salam. Bukankah kita pun ingin bila kita memperoleh banyak do’a yang demikian?! Namun, sangat baik jika seorang wanita muslimah tidak mengucapkan salam kepada laki-laki yang bukan mahromnya jika dia takut akan terjadi fitnah. Maka, bila di jalan kita bertemu dengan muslimah yang tidak kita kenal namun dia berkerudung dan kita yakin bahwa kerudung itu adalah ciri bahwa dia adalah seorang muslimah, ucapkanlah salam kepadanya. Semoga dengan hal sederhana ini, kita bisa menyebar kecintaan kepada sesama saudara muslimah. Insya Allah…
Bertutur Kata yang Menyenangkan dan Bermanfaat
Dalam sehari bisa kita hitung berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sekedar berkumpul-kumpul dan ngobrol dengan teman. Seringkali obrolan kita mengarah kepada ghibah/menggunjing/bergosip. Betapa meruginya kita. Seandainya, waktu ngobrol tersebut kita gunakan untuk membicarakan hal-hal yang setidaknya lebih bermanfaat, tentunya kita tidak akan menyesal. Misalnya, sembari makan siang bersama teman kita bercerita, “Tadi shubuh saya shalat berjamaah dengan teman kost. Saya yang jadi makmum. Teman saya yang jadi imam itu, membaca surat Al-Insan. Katanya sih itu sunnah. Memangnya apa sih sunnah itu?” Teman yang lain menjawab, “Sunnah yang dimaksud teman anti itu maksudnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang disunnahkan untuk membaca Surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at.” Lalu, teman yang bertanya tadi pun berkata, “Ooo… begitu, saya kok baru tahu ya…” Subhanallah! Sebuah makan siang yang berubah menjadi “majelis ilmu”, ladang pahala, dan ajang saling memberi nasehat dan kebaikan pada saudara sesama muslimah.
Mengajak Saudara Kita Untuk Bersama-Sama Menghadiri Majelis ‘Ilmu
Dari obrolan singkat di atas, bisa saja kemudian berlanjut, “Ngomong-ngomong, kamu tahu darimana kalau membaca surat Al-Insan di rakaat kedua shalat shubuh di hari Jum’at itu sunnah?” Temannya pun menjawab, “Saya tahu itu dari kajian.” Alhamdulillah bila ternyata temannya itu tertarik untuk mengikuti kajian, “Kalau saya ikut boleh nggak? Kayaknya menyenangkan juga ya ikut kajian.” Temannya pun berkata, “Alhamdulillah, insyaAllah kita bisa berangkat sama-sama. Nanti saya jemput anti di kost.”
Saling Menasehati, Baik Dengan Ucapan Lisan Maupun Tulisan
Suatu saat ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya tentang aibnya kepada shahabat yang lain. Shahabat itu pun menjawab bahwa dia pernah mendengar bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu memiliki bermacam-macam lauk di meja makannya. Lalu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pun berkata yang maknanya ‘Seorang teman sejati bukanlah yang banyak memujimu, tetapi yang memperlihatkan kepadamu aib mu (agar orang yang dinasehati bisa memperbaiki aib tersebut. Yang perlu diingat, menasehati jangan dilakukan didepan orang banyak. Agar kita tidak tergolong ke dalam orang yang menyebar aib orang lain. Terdapat beberapa perincian dalam masalah ini -pen). Bentuk nasehat tersebut, bukan hanya secara lisan tetapi bisa juga melalui tulisan, baik surat, artikel, catatan saduran dari kitab-kitab ulama, dan lain-lain.
Saling Mengingatkan Tentang Kematian, Yaumil Hisab, At-Taghaabun (Hari Ditampakkannya Kesalahan-Kesalahan), Surga, dan Neraka
Sangat banyak orang yang baru ingin bertaubat bila nyawa telah nyaris terputus. Maka, diantara bentuk kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah saling mengingatkan tentang kematian. Ketika saudaranya hendak berbuat kesalahan, ingatkanlah bahwa kita tidak pernah mengetahui kapan kita mati. Dan kita pasti tidak ingin bila kita mati dalam keadaan berbuat dosa kepada Allah Ta’ala.
Saudariku fillah, berbaik sangkalah kepada saudari muslimah mu yang lain bila dia menasehati mu, memberimu tulisan-tulisan tentang ilmu agama, atau mengajakmu mengikuti kajian. Berbaik sangkalah bahwa dia sangat menginginkan kebaikan bagimu. Sebagaimana dia pun menginginkan yang demikian bagi dirinya. Karena, siapakah gerangan orang yang senang terjerumus pada kubangan kesalahan dan tidak ada yang mengulurkan tangan padanya untuk menariknya dari kubangan yang kotor itu? Tentunya kita akan bersedih bila kita terjatuh di lubang yang kotor dan orang-orang di sekeliling kita hanya melihat tanpa menolong kita…
Tidak ada ruginya bila kita banyak mengutamakan saudara kita. Selama kita berusaha ikhlash, balasan terbaik di sisi Allah Ta’ala menanti kita. Janganlah risau karena bisikan-bisikan yang mengajak kita untuk “ingin menang sendiri, ingin terkenal sendiri”. Wahai saudariku fillah, manusia akan mati! Semua makhluk Allah akan mati dan kembali kepada Allah!! Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Maka, melakukan sesuatu untuk Dzat Yang Maha Kekal tentunya lebih utama dibandingkan melakukan sesuatu sekedar untuk dipuji manusia. Bukankah demikian?
Janji Allah Ta’Ala Pasti Benar !
Saudariku muslimah -semoga Allah senantiasa menjaga kita diatas kebenaran-, ketahuilah! Orang-orang yang saling mencintai karena Allah akan mendapatkan kemuliaan di Akhirat. Terdapat beberapa Hadits Qudsi tentang hal tersebut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dari Abu Muslim al-Khaulani radhiyallahu ‘anhu dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, dengan sabdanya, ‘Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.’”
Abu Muslim radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kemudian aku keluar hingga bertemu ‘Ubadah bin ash-Shamit, lalu aku menyebutkan kepadanya hadits Mu’adz bin Jabal. Maka ia mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan dari Rabb-nya, yang berfirman, ‘Cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling tolong-menolong karena-Ku, dan cinta-Ku berhak untuk orang-orang yang saling berkunjung karena-Ku.’ Orang-orang yang bercinta karena Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya dalam naungan ‘Arsy pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya.” (HR. Ahmad; Shahih dengan berbagai jalan periwayatannya)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Orang-orang yang bercinta karena keagungan-Ku, mereka mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya sehingga para nabi dan syuhada iri kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi; Shahih)
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihaat (artinya: “Segala puji bagi Allah, dengan nikmat-Nyalah segala kebaikan menjadi sempurna.” Do’a ini diucapkan Rasulullah bila beliau mendapatkan hal yang menyenangkan). Allah Ta’aala menyediakan bagi kita lahan pahala yang begitu banyak. Allah Ta’aala menyediakannya secara cuma-cuma bagi kita. Ternyata, begitu sederhana cara untuk mendapat pahala. Dan begitu mudahnya mengamalkan ajaran Islam bagi orang-orang yang meyakini bahwa esok dia akan bertemu dengan Allah Rabbul ‘alamin sembari melihat segala perbuatan baik maupun buruk yang telah dia lakukan selama hidup di dunia. Persiapkanlah bekal terbaik kita menuju Negeri Akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dan orang-orang yang kita cintai karena Allah di Surga Firdaus Al-A’laa bersama para Nabi, syuhada’, shiddiqin, dan shalihin. Itulah akhir kehidupan yang paling indah…

Menikah karna Allah

menikahlah karena Allah, bukan karena Cinta

Filed under: love...
 tiba2 inget doa ini,,jauh sebelum aku menikah, aku pernah mengirimkannya pada "mantan calon suami", yang sekarang udah jadi suami
——————————————————-
Ya Rabbi, Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMU lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMU.
Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau dan memiliki keinginan untuk menauladani sifat-sifat Agung-Mu.
Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia- sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada disebelahnya.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.
Dan aku juga meminta: Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMU, sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMU, bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.
Berikanlah SifatMU yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMU bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMU sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berikanlah aku penglihatanMU sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMU yang penuh dengan kata- kata kebijaksanaanMU dan pemberi semangat, sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakaan "Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna".
Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kautentukan.

jangan menikah karena cinta, karena ketika cinta itu habis, maka apa lagi yang dipertahankan..
tapi menikahlah karena Allah,,karena cinta kita pada Allah adalah kekal….


http://maskarina.blogsome.com/2007/09/29/menikahlah-karena-allah-bukan-karena-cinta/

Sabtu, 05 November 2011

Allah Memberi Manusia Kemudahan Setelah Kesulitan



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Allah menciptakan dunia sebagai ujian bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu sendiri, terkadang Dia menguji manusia dengan kesenangan, terkadang dengan penderitaan. Orang-orang yang menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan Al-Qur’an tidak mampu menafsirkan secara tepat berbagai peristiwa tersebut, kemudian menjadi bersedih hati dan kehilangan harapan. Padahal Allah mengungkapkan rahasia penting dalam Al-Qur’an yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Rahasia tersebut dijelaskan sebagai berikut:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S. Asy-Syarh[94]: 5-6).

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat ini, apa pun bentuk penderitaan yang dialami seseorang atau bagaimanapun situasi yang dihadapi, Allah menciptakan sebuah jalan keluar dan memberikan kemudahan kepada orang-orang yang beriman. Sesungguhnya, orang yang beriman akan menyaksikan bahwa Allah memberikan kemudahan di dalam semua kesulitan jika ia tetap istiqamah dalam kesabarannya. Dalam ayat lainnya, Allah telah memberi kabar gembira berupa petunjuk dan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya:

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“....... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Q.S. Ath-Thalaq[65]: 2-3).

Allah Tidak Membebani Seseorang Di Luar Batas Kemampuannya
Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Mahaadil, menjadikan kemudahan dalam segala sesuatu dan menguji manusia sesuai dengan batas-batas kekuatan mereka. Shalat yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan manusia, kesulitan-kesulitan yang Dia ciptakan untuk mengujinya, tanggung jawab yang Dia bebankan kepada manusia, semuanya sesuai dengan kemampuan seseorang. Ini merupakan kabar gembira dan menentramkan bagi orang-orang beriman, dan merupakan wujud dari kasih sayang dan kemurahan Allah. Allah menceritakan rahasia ini dalam beberapa ayat sebagai berikut:

وَلاَ تَقْرَبُواْ مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُواْ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللّهِ أَوْفُواْ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih ber-manfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.S. Al-An‘am[6]: 152).

وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-A‘raf[7]: 42).

وَلَا نُكَلِّفُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَهَا وَلَدَيْنَا كِتَابٌ يَنطِقُ بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

“Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (Q.S. Al-Mu’minun[23]: 62).

Hidup Menjadi Mudah Bersama Agama Allah
Sebagian besar manusia beranggapan bahwa agama menjadikan hidup mereka sulit dan mereka dibebani dengan kewajiban-kewajiban yang berat. Sesungguhnya ini merupakan anggapan sesat yang dibisikkan oleh Setan kepada manusia agar mereka tersesat. Sebagaimana telah disebutkan terdahulu, agama itu mudah. Allah menyatakan bahwa Dia akan memberikan kemudahan kepada orang-orang beriman setelah mereka menghadapi kesulitan.

Di samping itu, ajaran agama seperti bertawakal kepada Allah dan meyakini takdir juga dapat menghilangkan semua beban, kesulitan, dan penyebab penderitaan dan duka cita. Bagi seseorang yang hidup dengan agama Allah, tidak ada penderitaan, duka cita, atau putus asa. Dalam beberapa ayat, Allah menjanjikan akan menolong orang-orang yang berserah diri kepada-Nya dan orang-orang yang membantu agama-Nya, dan akan memberikan kehidupan yang baik kepada mereka, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Tuhan kita, Yang tidak pernah mengingkari ucapan-Nya, menyatakan sebagai berikut:

وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْاْ مَاذَا أَنزَلَ رَبُّكُمْ قَالُواْ خَيْراً لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ

“Ketika orang-orang yang bertakwa ditanya, ‘Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Kebaikan.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapatkan yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik, dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (Q.S. An-Nahl[16]: 30).

Allah memberikan berita gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa Dia akan memberikan keberhasilan kepada orang-orang yang menjalankan agama-Nya:

فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى

“Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (Q.S. Al-Lail[92]: 5-7).

Sebagaimana yang diungkapkan oleh rahasia-rahasia ini, orang yang dengan ikhlas berpaling kepada agama Allah berarti telah memilih jalan yang benar sejak permulaan, jalan yang mudah yang akan membawa kepada keberhasilan, yang akan mendatangkan manfaat di dunia dan di akhirat. Dalam pada itu bagi orang-orang kafir, yang terjadi adalah sebaliknya. Orang-orang kafir semenjak awal telah mengalami kehidupan yang penuh dengan duka cita, kesedihan, dan mengalami kerugian, baik di dunia maupun di akhirat. Pada saat mereka memutuskan berada dalam kekufuran, mereka telah mengalami kerugian di dunia dan akhirat. Hal ini dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:

وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى

“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendus-takan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sulit.” (Q.S. Al-Lail:[92] 8-10).

Allah adalah Pemilik dan Pencipta segala sesuatu. Dengan demikian tentu saja sangat penting bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon bantuan dan pertolongan-Nya agar Dia memberikan kekuatan. Orang yang menjadikan Allah sebagai penolongnya dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, hidupnya di dunia dan akhirat akan dipenuhi rahmat dan karunia, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat mencelakakan dirinya. Ini merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri.

Oleh sebab itu, setiap orang yang memahami kebenaran dan memiliki hati nurani tentu memahami rahasia-rahasia yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan memilih jalan yang benar dan lurus. Jika orang-orang kafir tidak dapat memahami fakta-fakta yang sangat jelas ini, tentu saja hal ini juga merupakan rahasia tersendiri. Betapapun mereka sangat cerdas dan berpendidikan, akal mereka tidak mereka gunakan sehingga mereka tidak dapat memahami dan melihat fakta-fakta tersebut.

http://kitabrisalah.blogspot.com/2011/01/allah-memberi-manusia-kemudahan-setelah.html

1 Kesulitan, 2 Kemudahan


Selama hidup di dunia, seorang manusia terus saja mendapati kesusahan dan kesulitan. Semenjak dilahirkan, di masa kecil, remaja dewasa, bahkan sampai kematian pun berbagai kesulitan senantiasa mengiringi. Ini adalah ketetapan Allah bagi manusia, selama mereka belum kembali ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Allah ta’ala berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (al-Balad: 4)
Dan ini adalah suatu kewajaran, karena Allah menjadikan dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaan bagi umat manusia. Tidak dinamakan cobaan jika tidak ada kesulitan sama sekali di sana. Oleh karenanya, bukanlah suatu keinginan realistis ketika seseorang ingin menghindari semua kesulitan. Akan tetapi seorang yang cerdas lagi mengetahui hakikat akan berusaha mencari tahu bagaimana sikap yang harus ditempuh dalam menghadapi berbagai kesulitan.

Hikmah dibalik kesulitan

Sudah dimaklumi bahwa Allah menciptakan kita di dunia ini dengan tujuan agar kita beribadah hanya kepada Allah. Kita menghamba, tunduk, patuh, menghinakan diri dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala. Inilah tujuan utama, dan inilah tujuan yang paling mulia. Maka, ketika Allah mentakdirkan berbagai ketetapan-Nya bagi manusia, tidak lain karena Allah menginginkan agar manusia kembali kepada-Nya untuk merealisasikan tujuan hidupnya di dunia ini.
Tidaklah Allah menimpakan suatu musibah kepada manusia, kecuali bertujuan agar dia kembali kepada-Nya. Sehingga, sebaik-baik perkataan yang diucapkan oleh orang yang tertimpa musibah adalah perkataan,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali hanya kepada-Nya.”
Kalimat ini mengandung makna bahwa kita semua adalah makhluk yang dikuasai, dimiliki dan dibawah pengaturan Allah ta’ala. Sedangkan kita semua akan kembali kepada-Nya di akhirat kelak. Sehingga ketika Allah berkehendak menimpakan musibah kepada kita, maka itu adalah hak-Nya, dan kita tidak berhak memprotes. Kita berkewajiban untuk bersabar menghadapi musibah itu, karena sabar terhadapnya adalah diperintahkan oleh-Nya.
Tentang makna kalimat tersebut, Fudhail bin ‘Iyadh v, mengatakan, “Barangsiapa mengetahui (meyakini) bahwa dirinya akan kembali kepada Allah, hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dihadapkan di hadapan Allah. Barangsiapa mengetahui dirinya akan dihadapkan di hadapan Allah, hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan ditanya di hadapan Allah. Barangsiapa mengetahui dirinya akan ditanya di hadapan Allah, hendaknya dia mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan.”
Sehingga berbagai kesulitan dan musibah yang menimpa hamba, sesungguhnya adalah pengingat bagi hamba akan kerendahan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah. Pengingat bahwa dia akan kembali kepada Allah ta’ala. Yang dengan itu diharapkan dia akan kembali menghamba kepada Allah, mempersiapkan diri menyambut akhirat dengan ketakwaan.

Ada Kemudahan bersama Kesulitan

Dari paparan tersebut, kita mengetahui ternyata Allah menimpakan musibah dan menakdirkan kesulitan bukan untuk menyulitkan hamba-Nya, apalagi menzhaliminya. Maha suci Allah dari hal demikian. Akan tetapi, musibah dan kesulitan itu adalah ujian yang manfaatnya akan kembali kepada hamba, yang kebanyakan adalah sebagai akibat dari ulah hamba itu sendiri.
Dan jika kita benar-benar memperhatikan musibah dan kesulitan yang Allah takdirkan, niscaya kita akan mendapati bahwa bersama setiap kesulitan itu pasti ada kemudahan yang mengiringinya. Ini adalah kenyataan, dan ini adalah janji Allah ta’ala.
Allah ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (*) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (asy-Syarh: 5-6)
Syekh Abdurrahman as-Sa’di v menjelaskan, ayat ini merupakan kabar gembira bahwa setiap kesusahan dan kesulitan pasti diiringi oleh kemudahan. Sehingga seandainya kesulitan itu masuk ke dalam liang binatang Dhab, niscaya kemudahan juga akan ikut masuk dan mengeluarkannya.
Beliau juga menjelaskan, bahwa sebuah kesulitan akan diiringi oleh dua kemudahan. Maka satu kesulitan tidak akan bisa mengalahkan dua kemudahan. Dan kesulitan yang dimaksud adalah umum, mencakup segala bentuk kesulitan. Seberapa besar pun tingkat kesulitan pasti diakhiri dengan kemudahan. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)
Pada ayat tadi, Allah menegaskan dengan perkataan-Nya, “bersama kesulitan” yang hal ini menunjukkan akan dekatnya kemudahan itu setelah datangnya kesulitan. Demikian juga sabda Nabi shollallohu’alaihi wa sallam,
وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Dan sesungguhnya kelapangan ada bersama dengan kesempitan, dan bersama kesulitan pasti ada kemudahan.” (Riwayat Ahmad)
Allah ta’ala berfirman,
حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلا إنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.’” (al-Baqarah: 214)
Dan perlu kita pahami bahwa kemudahan ini terkadang berupa kesuksesan yang Allah berikan kepada hamba-Nya dalam menghadapi kesulitan ini, dan terkadang berupa kelapangan dada untuk sabar dan ridha menerima takdir dan kehendak Allah ini. Sehingga janganlah kita sampai berprasangka buruk kepada Allah ta’ala ketika mendapati suatu kesulitan dan musibah.

Bagaimana meraih kemudahan?

Janji yang Allah berikan kepada hamba-Nya bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan, bukan berarti kita boleh berpangku tangan menunggu tanpa usaha meraih kemudahan dari Allah ta’ala. Bahkan Allah ta’ala telah menjelaskan jalan-jalan untuk menggapai kemudahan dan pertolongan dari Allah ta’ala. Karena Allah telah menjadikan segala sesuatu dengan sebabnya. Berikut ini beberapa usaha yang seyogyanya kita lakukan dalam rangka meraih kemudahan dari Allah ta’ala:
- Bertakwa kepada Allah ta’ala.
Berdasarkan firman Allah ta’ala,
وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (ath-Thalaq: 2)
- Bertawakal hanya kepada Allah.
Karena Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (ath-Thalaq: 3)
- Bersabar dan menguatkan kesabaran.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali ‘Imran: 200)
- Ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan Allah.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (al-Ankabut: 69)
- Meluruskan dan menguatkan keimanan.
Allah ta’ala berfirman,
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (ar-Rum: 47)
- Mengenal Allah dalam keadaan lapang.
Rasulullah shollallohu’alaihi wa sallam bersabda,
تَعرَّفْ إلى اللهِ في الرَّخاء يَعْرِفْك في الشِّدَّةِ
“Kenalilah Allah dalam keadaan lapang, niscaya Allah akan mengenalmu dalam keadaan sempit.” (Riwayat Ahmad)
Maksudnya, jika seorang hamba dalam keadaan lapangnya tetap bertakwa kepada Allah, menjaga batasan-batasan-Nya, dan memperhatikan hak-hak-Nya, berarti dia telah mengenal Allah dalam keadaan lapang. Dan dengan itulah Allah akan menyelamatkannya dari berbagai kesusahan dan kesulitan. Wallahu a’lam.

http://majalahsakinah.com/2011/08/1-kesulitan-2-kemudahan/
Artikel Rubrik Lentera Majalah Nikah Sakinah Vol 10 No 2

SABAR DALAM DO'A

Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Dalam menjalani kehidupan ini, sering kita dihadapkan pada kesulitan. Terkadang kesulitan itu amat berat sehingga membuat kita hampir putus asa. Namun, keimanan akan kuasa Allah Ta’ala yang tidak terhingga, menjadikan kita tetap bersabar dan memiliki harapan.
Sesungguhnya alam semesta berada di bawah kuasa dan kendali Allah Ta’ala. Semuanya patuh kepada ketetapan dan kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa bergerak atau bertingkah laku kecuali dengan daya, kekuatan, kehendak, dan izin-Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi.
Allah Mahakuasa melakukan apa saja. Dia mampu menjadikan segala kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala-galanya. Karenanya ketika menghadapi kesulitan dan berbagai cobaan hidup kita tidak boleh putus asa. Masih ada Allah yang bisa kita minta dan mohon pertolongan-Nya. Maka kita diperintahkan untuk berdoa saat mengalami kesulitan,
اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.
Apakah Doa ini Berasal dari Hadits?
Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullaah dalam salah satu fatwanya menyebutkan, ”Doa ini, aku tidak mengetahui asalnya (sumbernya) dari Assunnah, tapi itu banyak diucapkan oleh orang.” Pernyataan beliau serupa juga didapatkan dalam Kaset “Nuur ‘ala al-Darb” kaset no. 344 menit ke 22. Namun yang benar bahwa doa di atas berasal dari warisan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
 “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2427, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 351, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan: 2/305, Imam Al-Ashbahani dalam al-Targhib: 1/131. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam  Silsilah Shahihah 6/902, no. 2886 dan mengatakan, “Isnadnya shahih sesuai syarat Muslim.”)
Doa ini juga disebutkan oleh Pengarang Hisnul Muslim, DR. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, pada hal. 90 dengan judul, “Doa bagi siapa yang mendapatkan kesulitan.” Beliau menyebutkan bahwa Syaikh al-Arnauth menshahihkannya dalam Takhrij al-Adzkar lil Nawawi, hal. 106.
Makna Doa
Makna dari doa di atas, bahwa Allah tidak menjadikan segala sesuatu mudah bagi manusia. Tidak ada kemudahan bagi mereka, kecuali apa yang Allah jadikan mudah. Dan sesungguhnya kemudahan adalah apa yang Allah jadikan mudah. Sebaliknya, kesulitan dan kesusahan jika Allah kehendaki bisa menjadi mudah dan ringan. Sebagaimana kemudahan dan perkara ringan bisa menjadi sulit dan berat, jika Allah menghendakinya.  Karena semua perkara berada di tangan Allah 'Azza wa Jalla.
Maka kandungan doa ini, seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Sebagaimana yang sudah maklum, Allah 'Azza wa Jalla mahakuasa melakukan apa saja. Dan Dia mampu menjadikan kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Maka kandungan doa ini:
Seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Di Samping Berdoa, Apa yang Bisa Dilakukan?
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa cara terbaik untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai musibah (di antaranya kesulitan dalam hidup) adalah dengan bersabar dan shalat.
Dan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila dihadapkan pada suatu masalah maka beliau segera shalat. (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Hudzaifah bin Yaman)
Sedangkan sabar untuk dalam hal ayat ini ada dua macam, yaitu sabar dalam rangka meninggalkan berbagai perkara haram dan dosa; dan bersabar dalam menjalankan ketaatan dan ibadah. Dan bersabar bentuk yang kedua adalah lebih banyak pahalanya, dan itulah sabar yang lebih dekat maksudnya untuk mendapatkan kemudahan.
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Sabar ada dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. Siapa yang kondisinya seperti ini maka dia termasuk dari golongan orang-orang yang sabar yang akan selamat, insya Allah.” (Dinukil dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir ayat di atas)
Sabar ada dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. (Abdurrahman bin Zaid bin Aslam)
Beberapa Doa Lain Untuk Mendapatkan Kemudahan:
  • Doa ketika ditimpa musibah dan kesusahan:
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.”
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Dari Anas bin Malik berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apabila menghadapi suatu masalah, beliau berdoa,”Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.” (HR. al-Tirmidzi no. 3524. Dihassankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 3182)
  • Doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644) 
Dan dalam Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah  atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun Nun atau Nabi Yunus di atas.
  • Doa saat keluar dari rumah:
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.” Beliau bersabda, Dikatakan pada saat itu, “Engkau telah diberi petunjuk, dicukupkan, dan dijaga. Maka Syetan menjauh darinya sehingga syetan yang lain berkata kepadanya, “Kaifa laka birajulin? (Apa yang bisa engkau lakukan terhadap seseorang) yang telah diberi petunjuk, telah dicukupkan, dan telah dijaga?” (HR. Abu Dawud no. 4431, al-Tirmidzi no. 3348, Ibnu Hibban no. 823, dan Ibnu Sunni dalam ‘Amal  al-yaum wa al-Lailah, no. 177. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi no. 3426, Al-Misykah no. 2443, juga dalam Al-Kalim al-Thayyib) dan masih ada beberapa doa lainnya.
Penutup
Sebaiknya seorang muslim membiasakan diri dengan doa yang diajarkan oleh sunnah dalam menghadapi kesulitan. Karena orang yang mengajarkannya, yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, adalah manusia paling tahu dengan doa yang pas dan paling bermanfaat. Dan hendaknya juga memilih doa-doa yang shahih saja, karena ada beberapa riwayat yang menyebutkan atau berisi permohonan kemudahan namun dhaif. Karenanya, penting bagi kita mencatat dan menghafal doa-doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik yang bersifat umum atau terikat dengan waktu dan tempat. Walaupun tidak ada larangan untuk berdoa dengan kalimat dan bahasa apapun, karena Allah Mahatahu terhadap apa yang disampaikan hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam. Wallahu Ta'ala a'lam . . .
[PurWD/voa-islam.com]

Jumat, 04 November 2011

pertolongan Allah kerna Sabar

Sebenarnya kisah ini baru aku baca tadi pagi di catatan Bang Vicky di fesbuk, tapi ketika aku comment. Catatan tersebut menghilang... Padahal kisah tersebut sungguh sangat inspiratif dan menggugah kesadaran diri kita. Terlepas dari apakah kisah nyata tersebut adalah benar atau tidak, karena sumber asli dari kisah tersebut tidak disebutkan dengan jelas. 

Namun hikmah dibalik cerita itu dapat menjadi sebuah tonggak pembuka kesadaran diri kita, bahwa hakikatnya kita ini hanyalah manusia yang sangat lemah. Yang mudah dikalahkan oleh gejolak nafsu kita sendiri. Betapa seringnya hati kita hilang kesabaran, hanya karena masalah sepele. Hanya karena koment fesbuk yang tidak bersahabat, kita jadi marah. hanya karena jalanan macet, kita jadi marah. Hanya karena anak-anak kita rewel, kita jadi hilang kesabaran, Hanya karena si bos telat ketika memberikan gaji, kita jadi marah besar yang mengakibatkan kita di PHK. Dan jadi pengangguran. Hanya karena...... Hanya karena...... Hanya karena...... ya, banyak sekali hanya karena hal yang remeh temeh, kita kehilangan ketenangan hati kita dan lupa diri serta memperturutkan ledakan emosi sesaat kita, yang berakibat fatal di kemudian Hari.
Sungguh jauh kita dari Maqom-maqom orang-orang sholeh, apalagi maqom para waliyullah, masih terlalu jauh perjalanan kita.... 

Ya Allah ampunilah diriku yang dhoif dan lemah ini, berikanlah kami kekuatan kesabaran, kesabaran yang tanpa batas dalam menempuh jalan yang Engkau ridloi. 

Ya Allah, sungguh bergetar hati kami, karena sangat takut dengan peringatanmu ini. Dan karena kami menyadari, bahwa sangat jauh diri kami dari termasuk golongan orang-orang yang sabar.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar." ( QS. Ali Imran 3:142 )

"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." ( QS. Ali Imran 3:200 )


رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا
Rabbanaa afrig ‘alainaa sabran wa sabbit aqdaamanaa..
"Ya Tuhan kami, kurniakanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami......"( QS. Al Baqarah 2:250 )
"Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri kepada-Mu" [Al A'raaf 126]
Amin Ya Allah....

THE MIRACLE OF "SABAR"
Ash Shabur, Yang Maha Sabar
Ditengah gemuruhnya kota, ternyata Riyadh menyimpan bayak kisah.
Kota ini menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak NYA dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang mencarinya.

Ada sebuah energi yang luar biasa dari cerita yang kudengar beberapa hari yang lalu dari sahabat Saya mengenal banyak dari mereka, ada beberapa dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India, Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan Saudi Arabia sendiri. Ada beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua Afrika. Salah satunya adalah teman dari Negara Sudan, Afrika.

Saya mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit hitam yang juga kerja di Hotel ini.

Beberapa bulan ini saya tidak lagi melihatnya berkerja.
Biasanya saya melihatnya bekerja bersama pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari kota Riyadh yang sampai saat ini belum bisa ramah dikulit saya.

Hari itu Ammar tidak terlihat.
Karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal tentang kabarnya.

"Oh kamu tidak tahu?"
Jawabnya balik bertanya, memakai bahasa Ingris khas India yang bercampur dengan logat urdhu yang pekat.

"Iyah beberapa minggu ini dia gak terlihat di Mushola ya?" Jawab saya.

Selepas itu, tanpa saya duga iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar.
Dia menceritakan tentang hidup Ammar yang pedih dari awal hingga akhir, semula saya keheranan melihat matanya yang menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali sosok teman sekamarnya itu.

Saya mendengarkan dengan seksama.

Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini lima tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 2004 lalu.
Ia datang ke Negeri ini dengan tangan kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan free visa untuk Negara Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia bisa bebas mencari kerja disini asal punya Pasport dan tiket.

Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat.
Do'a Ammar untuk mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal di apartemen teman temannya.

Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan.
Ia tetap mencari kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.

Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat...
Bulan ketiga hingga tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir..
Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di Kota ini. Bekerja dibawah tekanan panas matahari dan suasana Kota yang garang.
Tapi amar tetap bertahan dalam kesabaran.

Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang tidak mampu bersaing.

Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia.
Hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Dihampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali dalam setahun..

Amar seperti terjerat di belantara Kota ini.
Pulang ke suddan bukan pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya di negeri Sudan. Itu tekadnya.

Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya.
Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini.

Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan.

Tapi Ammar pun Manusia.
Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah.

Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan.
Tekadnya telah bulat untuk kembali menemui keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa untuk mereka yang menunggunya.

Saat itupun sebenarnya ia tidak memiliki uang, meski sebatas uang untuk tiket pulang.
Ia memaksakan diri menceritakan keinginannya untuk pulang itu kepada teman terdekatnya. Dan salah satu teman baik amar memahaminya ia memberinya sejumlah uang untuk beli satu tiket penerbangan ke Sudan.

Hari itu juga Ammar berpamitan untuk pergi meninggalkan kota ini dengan niat untuk kembali ke keluarganya dan mencari kehidupan di sana saja.

Ia pergi ke sebuah Agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar uangnya dengan tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik di Libya, Negara tetangganya. Tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.

Akhirnya ia beli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya.
Ia memesan dari saat itu supaya bisa lebih murah. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih minggu depan.

Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.
Tadi pagi ia tidak sarapan karena sudah tidak sanggup lagi menahan malu sama temannya, siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan kebiasaan itu.

Adzan dzuhur bergema..
Semua Toko Toko, Supermarket, Bank, dan Kantor Pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security Kota berjaga jaga di luar kantor kantor, menunggu hingga waktu Shalat berjamaah selesai.

Ammar tergesa menuju sebuah masjid di pusat kota Riyadh.
Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang keriting dengan air.

Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.

Hanya disetiap shalat itulah dia merasakan kesejukan,
Ia merasakan terlepas dari beban Dunia yang menindihnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui.

Shalat telah selesai.
Ammar masih bingung untuk memulai langkah.
Penerbangan masih seminggu lagi.

Ia diam.

Dilihatnya beberapa mushaf al Qur'an yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengmbil salah satunya, bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur'an hingga adzan Ashar tiba menyapanya.

Selepas Maghrib ia masih disana.
Beberapa hari berikutnya, Ia memutuskan untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.

Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya.
Seperti pagi itu, ia adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota itu.
Ammar mengumandangkan suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat fajar menyingsing menyapa Kota.

Adzannya memang khas.
Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh berjamaah disana.

Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Hingga jadwal penerbanganpun tiba. Ditiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya.

Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King Abdul Azis Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari pusat Kota.

Amar sudah duduk diruang tunggu dibandara,
Penerbangan sepertinya sedikit ditunda, kecemasan mulai meliputinya.
Ia harus pulang kenegerinya tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ini tidak sebentar, ia sudah berusaha semaksimal mungkin.

Tapi inilah kehidupan, ia memahami bahwa dunia ini hanya persinggahan.
Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta ini dengan mengeluh. Ia tetap berjalan tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai Hamba Allah, sebagai Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya.

Diantara lamunan kecemasannya, ia dikejutkan oleh suara yang memanggil manggil namanya.
Suara itu datang dari speaker dibandara tersebut, rasa kagetnya belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh sekelompok berbadan tegap yang menghampirinya.

Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata "Prince memanggilmu".
Ammarpun semakin kaget jika ia ternyata mau dihadapkan dengan Prince. Prince adalah Putra Raja, kerajaan Saudi tidak hanya memiliki satu Prince. Prince dan Princess mereka banyak tersebar hingga ratusan diseluruh jazirah Arab ini. Mereka memilii Palace atau Istana masing masing.

Keheranan dan ketakutan Ammar baru sirna ketika ia sampai di Mesjid tempat ia menginap seminggu terakhir itu, disana pengelola masjid itu menceritakan bahwa Prince merasa kehilangan dengan Adzan fajar yang biasa ia lantunkan.

Setiap kali Ammar adzan prince selalu bangun dan merasa terpanggil..
Hingga ketika adzan itu tidak terdengar, Prince merasa kehilangan. Saat mengetahui bahwa sang Muadzin itu ternyata pulang kenegerinya Prince langsung memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu sudah mau terbang untuk kembali ke Negerinya.

Singkat cerita, Ammar sudah berhadapan dengan Prince.
Prince menyambut Ammar dirumahnya, dengan beberapa pertanyaan tentang alasan kenapa ia tergesa pulang ke Sudan.

Amarpun menceritakan bahwa ia sudah lima tahun di Kota Riyadh ini dan tidak mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang cukup untuk menghidupi keluarganya.

Prince mengangguk nganguk dan bertanya: "Berapakah gajihmu dalam satu bulan?"
Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya gaji sama sekali, bahkan berbulan bulan tanpa gaji dinegeri ini.

Prince memakluminya.
Beliau bertanya lagi: "Berapa gaji paling besar dalam sebulan yang pernah kamu dapati?"

Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu: "Hanya SR 1.400", jawab Ammar.

Prince langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang.
1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.

Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban dihadapannya.

Belum selesai bibirnya mengucapkan Hamdalah,
Prince baik itu menghampiri dan memeluknya seraya berkata:
"Aku tahu, cerita tentang keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembali lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk kamu dan keluargamu kembali ke Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku.. dan hiduplah bersama kami di Palace ini"

Ammar tidak tahan lagi menahan air matanya.
Ia tidak terharu dengan jumlah uang itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri Sudan yang miskin. Ammar menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikannya selama ini, kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan cara yang indah.

Ammar tidak usah lagi membayangkan hantaman sinar matahari disiang hari yang mengigit kulitnya. Ammar tidak usah lagi memikirkan kiriman tiap bulan untuk anaknya yang tidak ia ketahui akan ada atau tidak.

Semua berubah dalam sekejap!
Lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar.
Tapi masa yang teramat singkat untuk kekuasaan Allah.

Nothing Imposible for Allah,
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah..

Bumi inipun Milik Allah,..
Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir serta Akhirat berada dalam Kekuasaan Nya.

Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan.
Ini adalah cerita nyata yang tokohnya belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup cukup dengan sebuah rumah di dalam Palace milik Prince. Ia dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang baik, ia menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota Riyadh.

Subhanallah...
Seperti itulah buah dari kesabaran.

‎"Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya.
Jika kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya". (NAI)

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". (Al Fushilat 35)

Allahuakbar!
Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya

Sumber Kisah : Forum Viva News